DIA adalah putra Amr, seorang pemimpin dan imam, Abu
Abdurrahman Al Anshari, Al Khazraji, Al Madani, Al Badri. Ia merupakan salah
satu sahabat yang mengikuti bai’at Aqabah dalam usia yang sangat muda. Mu’adz
masuk Islam pada usia 28 tahun.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Rasulullah
SAW bersabda, “Belajarlah Al Qur`an kepada empat orang, yaitu Ibnu Mas’ud,
Ubai, Mu’adz bin Jabal, dan Abu Hudzaifah.”
Diriwayatkan dari Anas secara marfu, dia berkata, “Umatku
yang paling penuh cinta kasih kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling keras
dalam memegang agama Allah adalah Umar, yang paling malu adalah Utsman, yang
paling mengetahui masalah halal dan haram adalah Mu’adz, dan yang paling taat
adalah Zaid. Setiap umat memiliki kepercayaan, dan kepercayaan umat ini adalah
Abu Ubaidah.”
Diriwayatkan dari Al Harits bin Amr Ats-Tsaqafi, dia
berkata: Sahabat-sahabat kami menceritakan kepada kami tentang Mu’adz, mereka
berkata, “Ketika Nabi SAW mengutusku ke Yaman, dia berkata kepadaku, ‘Bagaimana
kamu menetapkan hukum jika ada suatu perkara yang kamu hadapi?’ Mu’adz
menjawab, ‘Aku akan menetapkan hukum berdasarkan Kitabullah. Jika tidak ada
dalam Kitabullah maka aku akan menetapkan dengan hadits Rasulullah’. Rasulullah
SAW bertanya lagi, ‘Bagaimana jika tidak ada dalam Sunnah Rasulullah?’ Mu’adz
menjawab, ‘Aku akan berijtihad dengan pendapatku dan tidak berlebihan’. Setelah
itu Rasulullah SAW memukul dadanya dan bersabda, ‘Segala puji bagi Allah yang
telah menyelaraskan utusan Rasulullah dengannya, sebagaimana yang diridhai oleh
Rasulullah’.”
Diriwayatkan dari Ashim bin Humaid As-Sakuni, bahwa ketika
Nabi mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau berwasiat kepadanya. Mu’adz
pada saat itu sedang menaiki tunggangannya, sementara Rasulullah SAW berjalan di
bawah tunggangannya. Ketika selesai, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Mu’adz,
mungkin engkau tidak bisa lagi bertemu denganku setelah tahun ini, dan mungkin
engkau akan melewati masjid dan kuburanku.” Mendengar itu, Mu’adz menangis
tersedu-sedu karena harus berpisah dengan Rasulullah SAW. Beliau kemudian
bersabda, “Jangan menangis wahai Mu’adz, karena tangisan itu berasal dari
syetan.”
Diriwayatkan dari Sa’id bin Abu Burdah, dari ayahnya, dari
Abu Musa, bahwa ketika Nabi SAW mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau bersabda
kepada keduanya, “Permudahlah jangan dipersulit dan bersikap lembutlah dan
jangan bersikap kasar.”
Abu Musa berkata lalu kepadanya, “Sesungguhnya di negeri
kami ada minuman dari madu yang dikenal dengan nama Bit’u dan dari gandum yang
dikenal dengan nama Mizr.” Ditanya seperti itu, Mu’adz berkata, “Setiap minuman
yang memabukkan adalah haram.” Setelah itu Mu’adz berkata kepadaku, “Bagaimana
kamu membaca Al Qur`an?” Aku menjawab, “Aku membacanya ketika shalat, ketika di
atas tunggangan, ketika berdiri, dan ketika duduk. Aku akan membacanya sedikit
demi sedikit.”
Sa’id berkata: Mu’adz kemudian berkata, “Tetapi aku tidur
kemudian bangun, dan lamanya tidurku sama dengan lamanya bangunku.” Seakan-akan
Mu’adz lebih diutamakan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW
bersabda, “Sebaik-baik orang adalah Abu Bakar, Umar, dan Mu’adz bin Jabal.”
Diriwayatkan dari Mu’adz, dia berkata: Nabi SAW menemuiku
seraya berkata, “Wahai Mu’adz, aku mencintaimu karena Allah.”
Aku lalu menjawab, “Begitu juga denganku wahai Rasulullah,
aku mencintaimu karena Allah.”
Rasulullah SAW lalu bersabda, “Aku ajarkan kepadamu beberapa
kalimat yang dibaca pada setiap selesai shalat, ‘Rabbi a’inni ala dzikrika wa
syukrika wa husni ibadatika (ya Tuhanku, tolonglah aku agar bisa mengingat-Mu,
berterima kasih kepada-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan baik )’.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sahal bin Abu Hatsmah, dari
ayahnya, dia berkata, “Orang-orang yang berfatwa pada masa Rasulullah SAW masih
hidup itu ada tiga dari kalangan Muhajirin, yaitu Umar, Utsman, dan Ali, serta
tiga dari kalangan Anshar, yaitu Ubai bin Ka’ab, Mu’adz, dan Zaid.”
Musa bin Ulai bin Rabah meriwayatkan dari ayahnya, dia
berkata, “Umar pernah berkhutbah di hadapan orang-orang di Jabiyah,
‘Barangsiapa menginginkan pemahaman maka dia hendaknya mendatangi Mu’adz bin
Jabal’.”
Diriwayatkan dari Nafi’, dia berkata, “Umar pernah menulis
kepada Abu Ubaidah dan Mu’adz, ‘Lihatlah orang-orang shalih dan angkatlah
mereka untuk menjadi qadhi serta berilah mereka rezeki’.”
Diriwayatkan dari Abu Qilabah dan yang lain, mereka
mengatakan bahwa suatu ketika ada seorang pria melewati para sahabat Nabi SAW,
lalu dia berkata, “Berwasiatlah kepadaku!’ Mereka semua lalu menasihatinya dan
Mu’adz bin Jabal berada pada akhir kaum. Pria itu berkata, “Berwasiatlah
kepadaku niscaya Allah akan merahmatimu!” Mu’adz berkata, “Mereka semua telah
menasihatimu dan mereka tidak sembarangan. Aku hanya akan menyimpulkannya
kepadamu. Ketahuilah bahwa kamu tidak membutuhkan dunia jika kamu lebih
membutuhkan akhirat, maka mulailah mencari nasibmu dari akhirat, karena hal itu
akan mengalir menuju dunia lalu mengaturnya, lalu hilang bersamamu di manapun
kamu menghilang.”
Diriwayatkan dari Mu’adz, dia berkata, “Aku tidak pernah
melanggar sumpahku sejak masuk Islam.”
Diriwayatkan dari Sa’id bin Al Musayyib, dia berkata,
“Mu’adz meninggal dunia dalam usia 33 atau 34 tahun.”
Dia meninggal pada tahun 18 Hijriyah. Semoga Allah
meridhainya
Sumber: Islam Pos
Sumber: Islam Pos
0 komentar:
Posting Komentar