'Virus Bangsa' menyerang otak rakyat Indonesia sangat
hebat!!!
Mengapa?
Ada sebuah ungkapan, the short memory lost. Bangsa kita
begitu mudah lupa terhadap kejadian-kejadian yang belum lama terjadi.
Kondisi ini lalu dimanfaatkan oleh kaum VIRUS BANGSA untuk
mengelabui rakyat ini, membodoh-bodohkan mereka, menipu, menindas, dan
mengeksploitasi sedalam-dalamnya.
Para virus bangsa itu adalah: media-media massa, para
pengamat politik, para politisi, para akademisi bayaran, lembaga surve order
minded, dan sejenisnya.
Mereka ini disebut virus bangsa karena memang tidak memiliki
rasa belas kasihan sama sekali atas nasib ratusan juta anak bangsa yang
menderita akibat semua kelakuan mereka. “Selagi Gue bisa happy-happy, bodo amat
dengan rakyat. Emang mereka mikiran Gue?” Begitulah ungkapan tidak tahu malu
yang sering menjadi motto kehidupan mereka.
Sampai batas tertentu, para penipu atau virus bangsa itu
sampai meyakini hal-hal semacam ini:
“Zaman sekarang yang penting duit, duit, duit Bos. Sudahlah
gak usah munafik. Kamu suka duit juga kan. Kalo punya duit kamu bisa main
cewek, bisa makan di restoran mahal, bisa pelesir ke luar negeri, bisa belanja
barang-barang branded. Kamu juga nanti dipuja-puja keluarga besarmu, disebut
orang sukses. Kamu dielu-elukan almamatermu, didaulat memberi orasi ilmiah,
diminta mengisi acara-acara.
Kamu terhormat, mobil minimal Camry, punya kans jadi
politisi Senayan, punya banyak fans, porto folio diterima baik oleh bank, dan
sebagainya. Maka itu, sudahlah, tidak usah munafik. Dalam hidup ini jangan alim
banget. Jangan saleh banget. Kalau mau sukses, kamu harus berani kejam.
Kamu harus berani memakai manajemen mafia. Rakyat itu
bodo-bodo, sampah, tak berguna. Jalan termudah jadi orang keren, hebat,
happy-happy adalah menjual nasib rakyat dan bangsa. Persetan dengan cinta tanah
air. Persetan dengan agama. Persetan dengan dosa-neraka. Aku tak peduli. Yang
penting happy, happy, happy forever forever.”
Orang-orang begini inilah yang telah sekian lama membuat
bangsa ini menderita, susah hidupnya, melarat terus, kezhaliman merata, korupsi
menggurita. Ya karena kaum virus bangsa ini sangat banyak, ada di mana-mana.
Mereka hidup sehari-hari seperti binatang. Tidak ada nikmat
ruhani sedikit pun dalam jiwanya. Semakin bertambah syahwat yang mereka reguk,
semakin menderita jiwanya. Mereka telah melupakan TUHAN, lalu TUHAN pun membuat
mereka lupa pada dirinya sendiri. Na’dzubillah wa na’udzubillah min dzalik.
Apakah Anda pernah menyangka, merasa, atau menduga, bahwa
kehidupan ini sepenuhnya berada dalam kendali manusia-manusia moral rendah
sejenis itu? Apakah mereka berkuasa atas alam kehidupan ini? Apakah mereka bisa
menunda kematian atau memperlama kehidupan? Tidak sama sekali. Mereka hanyalah
obyek kehidupan. Segala hal tetap dan pasti di Tangan Allah Ta’ala.
Manusia-manusia durjana itu bisa senang-senang, tertawa
ngakak, dan terus menipu manusia, karena belum habis jatah nikmat bagi mereka.
Pintu-pintu hedonisme terus terbuka sampai habis jatahnya.
Kalau sudah habis…hendak bersembunyi ke mana pun mereka akan
dikejar oleh tentara-tentara Allah (para Malaikat-Nya). Itu hanya menanti waktu
saja.
Kita kembali ke topik semula, rentetan panjang penipuan
publik yang biasa dilakukan kaum virus bangsa: media massa sekuler, pengamat
politik, politisi busuk, akademisi bayaran, survei abal-abal, dan sejenisnya.
Di sini saya ingin mengajak anda2 kembali ingatkan
fakta-fakta sejarah yang sudah banyak dilupakan bangsa ini. Intinya, gegap
gempita pencitraan Jokowi saat ini, ia bukan pertama kali terjadi. Itu sudah
sering dan sering terjadi.
Mari kita buka fakta sejarah satu demi satu, bismillah…
[1]. Tahun 1998 terjadi demonstrasi massal di seluruh
Indonesia. Penggeraknya para mahasiswa kampus. Para demonstran didukung penuh
oleh semua media, politisi, pengamat. Mereka serukan: “Soeharto mundur!
Soeharto mundur! Gantung Soeharto!”.
Puncaknya pada Mei 1998 terjadi kerusuhan besar di Jakarta.
Akhirnya Soeharto pun menyerah, dia mundur. Sejak Soeharto mundur, masuklah
bangsa Indonesia ke era Reformasi.
Faktanya, sejak masuk zaman Reformasi, kehidupan rakyat
Indonesia tidak lebih baik.
[2]. Tahun 1999 Presiden BJ. Habibie mau ikut pencalonan
sebagai presiden. Beliau baru memimpin menggantikan Soeharto sekitar 1,5 tahun.
Melihat kenyataan itu media-media, pengamat, politisi, sepakat mengeroyok
Habibie. “Jangan Habibie. Dia koruptor. Dia anak emas Soeharto. Pokoknya jangan
Habibie.”
Banyak sekali seruan untuk menghadang Habibie. Padahal dia
terbukti berhasil mengendalikan kondisi bangsa setelah diamuk Krisis Moneter.
Alhasil Habibie tak bisa menjadi presiden lagi karena dibarikade oleh kaum
virus bangsa. Yang terpilih justru Gusdur.
Namanya Gusdur, sudah sakit2an, dan kontroversial, tak punya
pengalaman memimpin negara. Akibatnya negara morat-marit gak karuan. Nyaris
negara ini hancur kalau Gusdur lebih lama memimpin. Padahal media-media massa,
pengamat, politisi, akademisi, dan sejenisnya itulah yang sebelumnya
mengelu-elukan citra Gusdur.
Terbukti, dia tak bisa apa-apa. Habibie yang berkualitas
ditolak, Gusdur yang gak bisa apa-apa didaulat menjadi pemimpin.
[3]. Kondisi yang mengitari Jokowi saat ini mirip sekali
seperti kondisi menjelang Pilpres 2004.
Waktu itu media-media massa, pengamat, politisi, akedemisi
kacung sepakat mengelu-elukan SBY.
“SBY harapan baru indonesia. Orang ini hebat. Santun, tegas,
cerdas. Kasihan dia dizhalimi Megawati. Indonesia akan maju di tangan SBY. I
love U full.”
Begitulah segala puja dan puji mendukung SBY. Salah satu TV
berita termasuk yang amat “I love U full” ke SBY. Ini semua terjadi karena SBY
sudah direstui oleh jaringan pengusaha China asal Medan-Jakarta-Surabaya.
Apa akibatnya setelah SBY jadi Presiden? Luar biasa, baru
saja memimpin Indonesia “diberi hadiah” Tsunami terbesar sedunia. Dan rentetan
bencana seolah tak ada habisnya di tangan orang ini. Tahun 2005 SBY naikkan BBM
lebih dari 100 persen. Rakyat semua megap-megap.
[4]. Tahun 2009 SBY nyalon lagi. Sebenarnya potensi SBY
kalah sangat besar, karena kepemimpinan dia selama 2004-2009 sangat
menyengsarakan.
Tapi SBY cerdik, dia pandai memanfaatkan media dan
lembaga-lembaga surve untuk memenangkan citra. LSI, Saiful Mujani, Deny JA.
termasuk yang sangat agressif mendukung SBY. Media-media TV juga terus
mengelu-elukan SBY. SBY juga memainkan instrumen BLT untuk merebut simpati
rakyat. Dan dia juga masuk ke sistem kalkulasi online KPU.
Sistem software KPU inilah yang sangat mengancam proses
pemilu secara jujur. Setelah SBY jadi presiden lagi, penderitaan rakyat semakin
panjang dan lama. Selain itu banyak terkuak kasus-kasus korupsi yang melibatkan
elit-elit Demokrat.
[5]. Ada kejadian sangat aneh sekitar tahun 2008-2009, yaitu
Mega Skandal Bank Century. Ketika itu SBY, jajaran menterinya, Boediono, para
pengamat ekonomi UI, dan media-media partner secara intensif menipu publik:
“Kalau Bank Century tidak diberi bailout, nanti akan
menyebabkan dampak sistemik. Waktu itu sedang terjadi Krisis Global.”
Padahal nilai aset Bank Century tidak ngaruh dalam industri
perbankan nasional. Kalau pun bailout itu dibenarkan, mengapa dana talangan
yang semula disepakati sekitar 600 miliar membengkak sepuluh kali lipat menjadi
6,7 triliun?
Bahkan pencairan yang triliunan rupiah itu dilakukan di hari
Sabtu dan Minggu, tanpa melapor Wapres (Jusuf Kall)? Tetapi SBY dan media-media
partner terus berkilah “dampak sistemik”. Ya begitulah, rakyat terus ditipu,
ditipu, dan ditipu lagi.
[6]. Media-media massa, pengamat, akademisi, politisi, juga
berperanb sangat kuat dalam menggulirkan opini seputar Bibit-Chandra (dua ketua
KPK).
Waktu itu keduanya sedang berhadapan dengan Susno Duadji.
Media mengangkat isu “Cicak Vs Buaya”.
Semua media waktu itu sepakat berdiri di belakang Bibit
Samad dan Chandra Hamzah. Keduanya menyebut istilah “kriminalisasi KPK”.
Alhasil kedua pimpinan KPK mendapat dipensasi hukum. Mereka tidak diadili atas
tuduhan apapun.
Padahal menurut Muhammad Nazaruddin, Chandra Hamzah pernah
datang ke rumahnya, lalu menerima titipan uang. Terbukti kemudian pengakuan
Nazaruddin sering terbukti di persidangan.
Media-media massa dan pengamat begitu bernafsu membela
Bibit-Chandra, sampai mereka lupa bahwa SBY sudah melakukan campur tangan hukum
dengan membentuk tim pencari fakta. Itu pelanggaran tatanan kenegaraan.
[7]. Terkait perkembangan dakwah Islam. Media-media massa,
para pengamat, politisi, akademisi, pejabat, dan seterusnya sepakat
mengelu-elukan dai kondang, Aa Gym.
Semua TV punya siaran terkait Aa Gym. Kalau bulan Ramadhan
tiba, Aa Gym menjadi “raja media”. Aa Gym disukai karena: tak pernah bilang
“orang kafir”, tak pernah bilang “orang sesat”, tak pernah bilang “Syariat
Islam”, tak pernah menyinggug perasaan penganut agama lain, dan seterusnya.
Tetapi ketika Aa Gym ketahuan melakukan poligami, seketika
itu dia dihujat, dihajar habis, dikuyo-kuyo sampai tandas, dizhalimi
sedalam-dalamnya. Alhasil Aa Gym merasa “sakit hati” dan tidak seramah dulu ke
media-media massa.
Masyarakat sebagai pengagum Aa Gym pun tinggal mengikuti
saja. Apapun yang dikatakan media massa, mereka amini. Media bilang A, ya
diikuti A; media bilang merah, diikuti merah; media bilang ‘kacau’, rakyat pun
ikut berseru ‘kacau’. Kok gak meras malu ya…
[8]. Tahun 2012 Jokowi-Ahok jadi kandidat Gubernur DKI.
Media-media, pengamat, politisi, juga ramai-ramai dukung keduanya agar jadi
gubernur DKI.
Semua sepakat Jokowi-Ahok harus gusur “kumisnya” Foke. Hanya
beberapa lama setelah terpilih jadi gubernur, Jokowi keteteran. Ahok kerjaannya
marah-marah mulu, seperti orang stress. Dan lebih parah lagi, Jokowi akhirnya
lebih banyak bekerja untuk PERSIAPAN JADI PRESIDEN, bukan bekerja membereskan
masalah DKI Jakarta.
Lha, orang ini katanya jujur, amanah, rendah hati, tidak
neko-neko; tapi justru kemaruk jabatan. Satu belum kelar, sudah nafsu ingin
jabatan lain. Kata orang Sunda, ngurauk ku siku. Mau merengkuh apa saja dengan
sikunya, karena saking rakus.
Sampai di sini kita jadi paham, bahwa memang rakyat kita
begitu mudah dibodoh-bodohi. Sedangkan kaum cerdik-cendekia, para ilmuwan dan
terpelajar, sibuk menyelamatkan urusan ekonomi masing-masing. Mereka tak berani
turun ke landasan untuk mencerahi masyarakat.
Untuk menyalakan suluh kebenaran. Mereka bersembunyi di
balik segala kemapanan dan keenakan hidup yang sudah dinikmati.
Media-media massa, pengamat, politisi, akademisi bayaran,
dan seterusnya mereka terus-menerus berdzikir dengan kata-kata: “Demi
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.”
Tapi kelakuan mereka busuk. Moral mereka lacur. Mereka
gadaikan kehidupan rakyat dan bangsa, demi memenuhi syahwat hedonismenya. Kaum
virus bangsa itu tak henti-hentinya menipu, menipu, menipu, dan menipu rakyat
yang kebanyakan pelupa dan tidak kritis.
Referensi: VOA Islam, 29 Maret 2014
0 komentar:
Posting Komentar