Dalam kunjungannya ke salah satu media, Jokowi bakal calon
gubernur DKI Jakarta menyebutkan penggunaan baju koko dan peci merupakan
pencitraan gaya lama, basi dan membosankan. “Ya bosenlah, semua yang maju ke
Pilkada selalu pakai baju koko dan kopiah biar keliatan religius,” kata Jokowi
saat itu.
Pernyataan Jokowi bukan hanya menolak baju koko dan kopiah
yang menjadi ciri masyarakat Betawi, tetapi menolak identitas Muslim, di mana
kebiasaan seorang Muslim, pasti menggunakan baju koko dan kopiah.
Ocehan Jokowi itu lebih terasa bagi Ummat Islam ketika
ternyata Jokowi berpasangan dengan Ahok yang beragama Katolik, dan berasal dari
Bangka, yang gagal mencalonkan gubernur di Bangka.
Yang hanya pernah sekolah katolik saja kalau jadi gubernur
seperti Fauzi Bowo sudah menghalangi Islam dengan cara mempersulit izin
pembangunan madrasah.
Apalagi pasangan katolik betulan dan baru bakal calon
gubernur saja sudah berani nyinggung baju koko dan peci, pakaian yang identik
dengan identitas Muslim.
Inilah beritanya.
***
Singgung Baju Koko dan Peci, Jokowi Dituding Hina Orang
Betawi
Jokowi yang berpasangan dengan Ahok (Katolik) yang
dijagokan PDIP, mengatakan, “Baju koko
plus kopiah yang digunakan kandidat lain untuk mencari simpati publik, agar
terkesan taat beragama, ucap Jokowi.
“Pernyataan Jokowi ini sangat menciderai budaya Indonesia
dan tidak patut diucapkan oleh seorang bakal calon gubernur,” kata Ketua Umum
LKB, Tatang Hidayat, saat ditemui di kantor LKB, Kamis (19/4/2012).
Menurut Tatang, pernyataan Jokowi, seolah-olah tidak tahu
bahwa baju koko sudah menjadi kearifan lokal budaya betawi, dan sudah sejak
lama menjadi sebuah identitas nasional seperti halnya baju adat pada daerah
lain. “Jadi sangat disayangkan, bakal calon gubernur DKI Jakarta, tidak
memahami kebudayaan masyarakat betawi,” ucapnya.
Dijelaskan Tatang, baju koko, bagi masyarakat Betawi
merupakan baju sadaria, yang menjadi kearifan lokal masyarakat betawi. Dilihat
dari kontennya, baju koko atau sadaria digunakan untuk shalat dan identik
sebagai pakaian muslim yang digunakan sehari-hari. “Nggak mungkin orang muslim
bosan menggunakan baju koko,” tegasnya.
Seperti diketahui dalam kunjungannya ke salah satu media,
Jokowi menyebutkan penggunaan baju koko dan peci merupakan pencitraan gaya
lama, basi dan membosankan. “Ya bosenlah, semua yang maju ke Pilkada selalu
pakai baju koko dan kopiah biar keliatan religius,” kata Jokowi saat itu.
Pernyataan Jokowi bukan hanya menolak baju koko dan kopiah
yang menjadi ciri masyarakat Betawi, tetapi menolak identitas Muslim, di mana
kebiasaan seorang Muslim, pasti menggunakan baju koko dan kopiah.
Jokowi yang berpasangan dengan Ahok yang beragama Katolik,
dan berasal dari Bangka, yang gagal mencalonkan gubernur di Bangka, dan saat
menjadi Bupati Babel Timur, tak ada prestasi yang menonjol, menurut sumber yang ada di Bangka.
Tetapi, sekarang mengangkat isu tentang kerakyatan dan kemiskinan, dan
mendekati kalangan masyarakat bawah.
Padahal, ketika Megawati menjadi presiden, yang selalu
mencitrakan dirinya sebagai tokoh “wong cilik”, tak menampakkan kebijakannya
yang benar-benar memihak “wong cilik”.
Mega saat memerintah cenderung memilih kebijakan ekonomi
pro-pasar, dan menjual asset-asset negara (BUMN) dengan harga “obral”, dan
merugikan negara, termasuk Mega datang ke Beijing menandatangi kontrak
penjualan gas dengan Cina selama 30 tahun
yang dipatok dengan harga dibawah. Triliuan negara dirugikan akibat
kebijakan Mega itu.
Sumber: VOA Islam
0 komentar:
Posting Komentar